Diagnosa Penyakit Diangkat Menjadi Dua Sajak, Oleh : Pulo Lasman Simanjuntak


Penyair Pulo Lasman Simanjuntak sedang baca sajak di sebuah komunitas sastra di kawasan Depok, Jawa Barat, belum lama ini (Foto : Sihar Ramses Simatupang)


Jakarta, Indonesia Terbit - Berbagai pergumulan hidup sering diangkat menjadi sebuah maha karya sastra berupa sajak atau puisi yang dapat menyentuh sampai ke dalam batin dan jiwa raga ini.

Semisal, apa yang dialami Penyair Pulo Lasman Simanjuntak. Kali ini mengangkat sebuah diagnosa penyakit menjadi dua sajak terbaru (November 2024) yang terkait berjudul "Penyair Berjalan Tanpa Kaki Kiri " serta " Sajakku Terkapar Di Telapak Kaki Kiri".

Pengalaman menulis sajak ini karena Penyair Pulo Lasman Simanjuntak-setelah hasil pemeriksaan radiogi-di diagnosa dengan Calcaneus Spur Sinistra pada telapak kaki kiri.

Penyakit yang bahasa awamnya disebut : pengapuran !, telah membuat penderitaan dan kesakitan terutama dalam berjalan. 

Bahkan harus menggunakan bahan 'silikon' yang dibalut pada telapak kaki kiri.

Dengan konsumsi dua obat-dari dokter spesialis poli saraf- yaitu dexketoprofen trometamol (tablet salut selaput) serta tizanidine hcl (kaku otot/nyeri otot) dari RSUD Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Penyair Pulo Lasman Simanjuntak menulisnya dalam bait per bait dua sajak di bawah ini.

Penderitaan kesakitan yang terus menerus-tanpa kesembuhan-membuat dirinya semakin semangat untuk menulis kedua sajak ini.

"Menulis sebuah karya sajak yang diilhami dari sebuah pergulatan hidup teristimewa penyakit memang sering ditulis penyair, cerpenis, atau novelis," katanya di Jakarta, pada Senin 11 November 2024.

"Namun berbeda dengan karya jurnalistik yang menggunakan data dan fakta, dua buah karya sajak yang saya tulis di bawah ini lebih menekankan kepada bahasa majas, simbolistik, kata batin yang bersayap-sayap, serta sentuhan rohani yang dapat memberikan kekuatan dan penghiburan bagi pembacanya. Apalagi punya penderitaan kesakitan yang sama," pungkasnya.

Sajak 
Oleh : Pulo Lasman Simanjuntak

PENYAIR BERJALAN TANPA KAKI KIRI

penyair berjalan tanpa kaki kiri
menuju poli 
dindingnya saraf-saraf hati
atapnya terkelupas jadi gunung kapur
usia yang sering kabur

sejak pagi tadi
di lantai pesakitan 
kita mau berdansa
sebab matahari terbit
sudah ditebar satu setengah bulan
siapa mencari luka jatidiri

penyair berjalan tanpa kaki kiri
sia-sia baca puisi
saat terapi
akan berakhir di ranjang operasi

lalu dengan nyanyian amarah
dibakarnya ruang radiasi
rumah sakit dengan diagnosa mengerikan
pedih
perih

kita harus melarikan diri, pesanmu
meninggalkan semua catatan medis ini
antara kecerdasan dan kedegilan
penyair harus terus berjalan tanpa kaki kiri

Jakarta, Selasa 5 November 2024

SAJAKKU TERKAPAR DI TELAPAK KAKI KIRI

1//
sajakku terkapar di telapak kaki kiri
sejak kudaki tubuh laut yang kian tua
tanpa ombak
tanpa ikan yang berterbangan 
di dermaga sudut kota

lalu mendarat di seberang pulau 
diasingkan
di atas mercusuar 
tegak berdiri 
dengan kidung bebatuan hitam
ditulis ribuan tahun
jadi keterasingan diri
menyatu dengan syair-syair
milik pujangga muncul dari bawah semenanjung tanah melayu

2//
sajakku terkapar di telapak kaki kiri
di atas bebukitan dingin membeku
nyaris ditiup angin musim kemarau
digelar kemah pembantaian darah domba
tanpa suara

usai ibadah dengan doa syafaat
yang bercampur dengan asap dapur
kenikmatan hari perhentian
gempa bumi di negeri sendiri

diselesaikan dengan baca sepenggal kitab suci nyanyian harmonika tua
dari sepasang tubuh lelaki
yang lahir dari rahim permukiman hewan-hewan  liar
mabuk tiap dinihari

3//
sajakku terkapar di telapak kaki kiri
membawa satu tekad
kesembuhan abadi
masa mendatang
tanpa pengharapan
hanya iman 
karang tegar
tersembunyi
dalam roh hati

Jakarta, Jumat 8 Nov 2024

Post a Comment

Terimakasih sudah memberikan komentar anda

Lebih baru Lebih lama